Hubungi Kami

4 Kuliner Yogyakarta yang Hampir Punah, Kethak Blondo hingga Besengek Tempe Benguk

Yogyakarta selalu dikenal sebagai surganya kuliner khas yang menggugah selera. Tidak hanya gudeg atau oseng-oseng mercon, kota ini juga memiliki berbagai makanan tradisional yang kaya rasa dan sejarah. Sayangnya, seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan gaya hidup, beberapa kuliner khas Yogyakarta mulai terancam punah. Salah satu penyebabnya adalah sulitnya mencari bahan baku, perubahan pola konsumsi masyarakat, serta kurangnya generasi muda yang meneruskan usaha kuliner ini.

@unimma_id

Berdasarkan buku Kuliner Yogyakarta Pantas Dikenang Sepanjang Masa yang ditulis oleh Murdijati Gardjito dkk., terdapat beberapa kuliner yang kini semakin jarang ditemukan. Berikut adalah empat kuliner khas Yogyakarta yang hampir punah dan memiliki nilai historis tinggi:

1. Apem di Pasar Ngasem

Apem merupakan salah satu kue tradisional khas Jawa yang sering digunakan dalam berbagai upacara adat, seperti kenduri atau acara syukuran. Salah satu tempat yang masih menjual apem secara tradisional adalah Pasar Ngasem, salah satu pasar tertua di Yogyakarta yang telah berdiri sejak tahun 1925.

Apem dari Pasar Ngasem memiliki rasa manis dan gurih dengan tekstur yang lembut. Bahan dasarnya adalah tepung beras yang dicampur dengan gula merah, santan, dan sedikit tape untuk proses fermentasi. Proses fermentasi inilah yang membuat apem memiliki cita rasa khas dengan aroma yang menggugah selera. Jika ingin sensasi rasa yang lebih kaya, apem bisa ditambahkan telur sebelum dipanggang.

Sayangnya, keberadaan apem di Pasar Ngasem semakin langka. Seiring dengan berkurangnya pembeli dan semakin sedikitnya penjual yang mempertahankan tradisi pembuatan apem, keberadaannya kini mulai terancam punah.

2. Kethak Blondo

Kethak blondo adalah makanan yang berasal dari proses pembuatan minyak kelapa secara tradisional. Dalam proses pemanasan santan untuk menghasilkan minyak kelapa, akan terbentuk ampas berwarna putih kecokelatan yang disebut blondo atau kethak. Ampas ini memiliki rasa gurih dan sedikit manis dengan aroma kelapa yang khas.

Blondo biasanya dibumbui dengan bawang putih, cabai, dan sedikit garam sebelum disajikan bersama nasi hangat dan lauk lainnya. Selain itu, blondo juga sering digunakan sebagai campuran dalam pembuatan ‘areh’, yaitu salah satu komponen khas dari gudeg Yogyakarta yang memberikan cita rasa gurih pada masakan.

Tidak hanya itu, kethak blondo juga dapat diolah menjadi kethak manis dengan tambahan gula. Varian ini biasanya dimakan bersama geblek, makanan khas Kulonprogo yang berbahan dasar tepung tapioka.

Namun, karena semakin berkurangnya metode tradisional dalam pembuatan minyak kelapa, kethak blondo menjadi semakin sulit ditemukan. Selain itu, pola konsumsi masyarakat yang berubah membuat makanan ini tidak lagi populer seperti dulu.

3. Growol

Growol adalah makanan khas dari daerah Kulonprogo yang berbahan dasar singkong. Makanan ini memiliki cita rasa tawar dengan sedikit aroma asam yang khas akibat proses fermentasi yang panjang.

Proses pembuatan growol cukup unik. Singkong yang telah dikupas direndam dalam air selama tiga hari tanpa diganti. Setelah itu, singkong yang telah lunak dan mengalami fermentasi dicuci kembali, kemudian dicacah atau ditumbuk hingga halus. Selanjutnya, singkong yang telah dihaluskan dibungkus dengan daun pisang dan dikukus hingga matang.

Growol sering dijadikan sebagai makanan pokok pengganti nasi di daerah Kulonprogo, terutama pada zaman dahulu ketika beras masih sulit didapatkan. Biasanya, growol disantap bersama besengek tempe benguk atau kethak blondo untuk menambah cita rasa.

Sayangnya, makanan ini kini semakin jarang ditemukan. Banyak masyarakat yang lebih memilih nasi sebagai makanan pokok, sehingga growol perlahan-lahan mulai ditinggalkan.

4. Besengek Tempe Benguk

Besengek tempe benguk adalah salah satu masakan khas Yogyakarta yang berbahan dasar tempe benguk, yaitu tempe yang dibuat dari kacang benguk atau kacang koro. Tempe ini memiliki tekstur lebih padat dibandingkan tempe kedelai pada umumnya.

Dalam proses pembuatannya, tempe benguk dimasak dengan santan dan bumbu besengek yang terdiri dari bawang putih, bawang merah, ketumbar, kemiri, serta tambahan bumbu segar seperti daun salam, lengkuas, serai, dan daun jeruk purut. Semua bahan dimasak dengan api kecil hingga bumbu meresap dan tempe menjadi lembut serta beraroma harum.

Besengek tempe benguk biasanya disajikan dengan geblek, makanan khas dari ketela atau tapioka yang digoreng sebelum disantap. Makanan ini banyak dibuat oleh masyarakat di Dusun Nganggrung, Kabupaten Kulonprogo. Namun, karena proses pembuatannya yang cukup lama dan membutuhkan perendaman tempe benguk selama dua hari, kini hanya ada sedikit pedagang yang menjualnya di pasar tradisional Yogyakarta.

Mengapa Kuliner Tradisional Mulai Punah?

Ada beberapa faktor yang menyebabkan kuliner tradisional khas Yogyakarta mulai menghilang, di antaranya:

  1. Perubahan Pola Konsumsi
    • Masyarakat saat ini cenderung lebih memilih makanan instan dan praktis dibandingkan makanan tradisional yang membutuhkan proses panjang dalam pembuatannya.
  2. Sulitnya Bahan Baku
    • Beberapa bahan baku seperti kacang benguk, singkong fermentasi, atau bahkan minyak kelapa tradisional semakin sulit ditemukan karena banyak petani yang beralih ke produk yang lebih menguntungkan.
  3. Minimnya Regenerasi Pengrajin Kuliner
    • Banyak generasi muda yang kurang tertarik untuk meneruskan usaha kuliner tradisional, sehingga semakin sedikit yang mau memproduksi makanan khas seperti growol atau besengek tempe benguk.
  4. Kurangnya Promosi dan Dukungan
    • Kurangnya promosi kuliner tradisional di media sosial dan minimnya inovasi dalam penyajian membuat makanan ini kalah saing dengan kuliner modern.

Upaya Pelestarian Kuliner Tradisional

Untuk menjaga agar kuliner khas Yogyakarta tidak benar-benar punah, berbagai langkah perlu dilakukan, seperti:

  • Edukasi dan Pelatihan
    • Memberikan pelatihan kepada generasi muda agar tertarik untuk melestarikan dan mengembangkan makanan tradisional.
  • Penggunaan Media Sosial
    • Menggunakan media sosial untuk memperkenalkan kembali makanan khas yang hampir punah dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kuliner tradisional.
  • Inovasi dalam Penyajian
    • Menciptakan inovasi baru dalam penyajian agar makanan tradisional tetap relevan dan menarik bagi generasi muda.
  • Dukungan dari Pemerintah dan Komunitas Kuliner
    • Pemerintah dan komunitas kuliner dapat berperan aktif dalam mempromosikan serta memberikan dukungan kepada para pelaku usaha makanan tradisional agar tetap bertahan.

Kuliner adalah bagian penting dari identitas budaya sebuah daerah. Dengan menjaga dan melestarikan makanan khas Yogyakarta, kita tidak hanya mempertahankan warisan leluhur, tetapi juga memastikan bahwa generasi mendatang masih bisa menikmati kelezatan dan keunikan cita rasa makanan tradisional ini. Jangan sampai kuliner khas Yogyakarta hanya tinggal kenangan!

unimma

Leave a Reply

  • https://ssg.streamingmurah.com:8048
  • Copyright ©2025 by PT. Radio Unimma. All Rights Reserved
  • http://45.64.97.82:8048
  • Copyright ©2025 by unimmafm. All Rights Reserved
  • http://45.64.97.82:8048/stream
  • Copyright ©2025 by unimmafm All Rights Reserved