Pernahkah Sahabat mendengar tentang upacara Tedak Siten? Upacara ini merupakan salah satu tradisi budaya Jawa yang masih dijaga kelestariannya hingga kini, meskipun seiring waktu, maknanya semakin mendalam dan sarat dengan nilai-nilai kehidupan. Tedak Siten, yang juga dikenal dengan sebutan turun tanah, adalah sebuah ritual adat yang menyambut momen penting dalam perkembangan seorang anak. Dalam masyarakat Jawa, upacara ini diyakini memberikan berkat serta doa agar anak dapat tumbuh dengan baik dan menghadapi kehidupan dengan penuh keberkahan.

Asal Usul Nama dan Makna Tedak Siten
Tedak Siten berasal dari dua kata dalam bahasa Jawa, yaitu tedhak yang berarti kaki, dan siten yang berarti tanah. Secara harfiah, upacara ini memiliki makna “turun ke tanah” atau “melangkah ke tanah,” yang merujuk pada proses pertama kali seorang anak mulai belajar berjalan dan menapakkan kakinya ke tanah. Momen ini menjadi simbol penting dalam kehidupan anak, yang menandakan awal dari perjalanan hidupnya menuju kemandirian.
Rangkaian Prosesi dan Filosofinya
Upacara Tedak Siten tidak sekadar sebuah ritual, melainkan merupakan prosesi yang sarat dengan makna filosofis. Upacara ini biasanya dilakukan ketika seorang bayi berusia tujuh atau delapan bulan, yang diyakini sebagai usia yang cukup untuk memulai langkah pertama dalam hidup. Berikut adalah tujuh tahapan dalam upacara Tedak Siten, yang masing-masing mengandung nilai-nilai kehidupan:
Menapaki Tujuh Jadah Berwarna Anak akan diajak untuk berjalan di atas tujuh jadah (ketan) yang memiliki tujuh warna berbeda: coklat, merah, kuning, hijau, ungu, biru, dan putih. Setiap warna ini bukan sekadar simbol keindahan, tetapi masing-masing mewakili lambang kehidupan. Coklat melambangkan kesuburan, merah untuk semangat hidup, kuning untuk kemakmuran, hijau untuk kedamaian, ungu untuk kebijaksanaan, biru untuk ketenangan, dan putih untuk kesucian.
Menaiki Tangga Tebu Arjuna Pada tahapan kedua, anak akan dibimbing menaiki tangga yang terbuat dari tebu Arjuna. Tebu ini memiliki makna simbolis sebagai pengharapan agar anak tumbuh dengan keteguhan hati dan ketegaran seperti Arjuna, tokoh dalam epik Mahabharata yang dikenal karena kecakapan dan kebijaksanaannya. Tebu juga berarti keteguhan hati dalam menjalani kehidupan.
Cakar Tanah Selanjutnya, anak akan dibiarkan mencakar-cakar tanah dengan kedua kakinya. Ini bukan hanya aktivitas fisik semata, melainkan harapan agar anak kelak bisa mengais rezeki dengan kerja keras dan ketekunan. Cakar tanah juga melambangkan keberanian dan kemampuan untuk menghadapi tantangan hidup.
Memasuki Kurungan Ayam Pada tahap keempat, anak akan dimasukkan ke dalam kurungan ayam yang berisi berbagai benda seperti uang, mainan, alat musik, buku, dan makanan. Benda-benda tersebut mencerminkan potensi dan pilihan hidup yang mungkin akan diambil oleh anak di masa depan. Pemilihan benda yang diambil oleh anak juga dipercaya menggambarkan bakat atau minatnya.
Pemberian Uang Logam dan Beras Kuning Di tahap kelima, ayah dan kakek akan memberikan uang logam yang dilengkapi dengan bunga dan beras kuning. Ini merupakan simbol keberkahan, kemakmuran, dan harapan agar anak tidak hanya diberkahi rezeki yang melimpah, tetapi juga memiliki sifat dermawan dan peduli terhadap sesama.
Mandi Air Kembang Setaman Tahapan keenam adalah mandi air yang telah dicampur dengan kembang setaman. Ritual ini memiliki tujuan untuk membersihkan jiwa dan tubuh anak. Harapannya, anak kelak menjadi pribadi yang membawa nama baik bagi keluarganya dan selalu berperilaku mulia.
Pakaian Bersih dan Indah Terakhir, anak akan dikenakan pakaian yang bersih dan indah. Ini melambangkan harapan agar anak dapat menjalani kehidupan dengan baik, penuh kebahagiaan, dan selalu diberi perlindungan dalam setiap langkahnya.
Tujuan dan Makna di Balik Upacara Tedak Siten
Prosesi Tedak Siten bukan hanya sekadar perayaan budaya, tetapi juga memiliki tujuan yang lebih dalam. Upacara ini merupakan cara orang tua dan keluarga untuk mempersiapkan anak menghadapi setiap fase kehidupan. Tradisi ini mengajarkan anak untuk memahami pentingnya menghargai kehidupan dan mengenal nilai-nilai luhur dalam tradisi Jawa, seperti kerja keras, keteguhan hati, dan berbagi dengan sesama.
Upacara ini juga mengandung harapan agar anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, mampu menghadapi rintangan hidup dengan bijaksana, dan selalu menjaga hubungan baik dengan sesama. Lebih dari itu, Tedak Siten juga menjadi sarana untuk mengenalkan anak kepada nilai-nilai spiritual dan menghormati bumi tempat mereka berpijak.
Tradisi yang Lestari dan Dikenal Secara Luas
Meskipun semakin banyak tradisi budaya yang mulai terlupakan, Tedak Siten tetap dijaga dengan baik oleh masyarakat Jawa, terutama di daerah Yogyakarta dan Jawa Tengah. Masyarakat setempat meyakini bahwa upacara ini tidak hanya membawa berkah bagi anak, tetapi juga sebagai bentuk penghormatan terhadap bumi sebagai tempat tinggal dan sumber kehidupan.
Upacara Tedak Siten juga menjadi salah satu bentuk pelestarian budaya yang penting, terutama bagi generasi muda yang mungkin kurang mengenal adat istiadat tersebut. Dengan adanya upacara ini, masyarakat diharapkan dapat terus menjaga dan merawat tradisi serta budaya yang telah diwariskan oleh leluhur.
Makna Spiritual dan Filosofis dalam Kehidupan Sehari-hari
Selain menjadi upacara yang indah, Tedak Siten juga sarat dengan nilai-nilai yang relevan dalam kehidupan sehari-hari. Ritual ini mengajarkan kita untuk selalu bersyukur atas berkat kehidupan yang diberikan, menjaga hubungan baik dengan alam dan sesama, serta selalu berusaha menjadi pribadi yang lebih baik. Filosofi yang terkandung dalam setiap tahapan upacara dapat menjadi pedoman bagi orang tua dalam mendidik anak-anak mereka agar kelak menjadi generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berakhlak mulia.
Upacara Tedak Siten adalah bagian dari kekayaan budaya Jawa yang penuh makna dan filosofi. Dengan setiap langkah dan prosesi yang dilalui, Tedak Siten mengajarkan nilai-nilai luhur yang dapat membantu anak tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, berbudi pekerti, dan penuh rasa syukur. Tradisi ini bukan hanya sebuah ritual, tetapi juga wujud penghormatan terhadap bumi dan harapan agar anak-anak selalu diberkahi dalam perjalanan hidupnya. Dengan pelestarian tradisi seperti ini, kita dapat menjaga dan mewariskan budaya kita kepada generasi yang akan datang, sekaligus memperkuat ikatan spiritual dan sosial dalam keluarga dan masyarakat.
