Provinsi Aceh dikenal dengan kekayaan kuliner khas yang memiliki cita rasa unik dan bercirikan penggunaan rempah-rempah yang kuat. Namun, dengan semakin berkembangnya tren kuliner modern, berbagai makanan tradisional Aceh mulai jarang ditemukan. Untuk mengatasi hal ini dan memastikan keberlanjutan warisan kuliner, Aceh menggelar sebuah festival kuliner yang bertujuan memperkenalkan dan melestarikan kuliner tradisional kepada masyarakat luas.

Aceh Culinary Festival 2015: Sebuah Langkah Pelestarian
Aceh Culinary Festival 2015 merupakan acara tahunan yang diinisiasi oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh. Festival ini diselenggarakan pada 4-6 Juni 2015 di Taman Ratu Safiatuddin, Banda Aceh, dengan mengusung tema “Budaya dan Tradisi”. Festival ini diharapkan dapat menjadi jembatan bagi generasi muda untuk lebih mengenal dan mencintai kuliner khas Aceh.
Creative Director Aceh Culinary Fest 2015, Husna Annisa, menjelaskan bahwa acara ini bertujuan untuk mengangkat legenda di balik berbagai hidangan tradisional Aceh. “Kami ingin kuliner Aceh tetap lestari. Selain menghadirkan hidangan khas yang umum dikenal, kami juga menghadirkan makanan yang jarang ditemui agar lebih dikenal masyarakat,” ujarnya.
Kuliner Tradisional yang Ditampilkan
Festival ini menampilkan lebih dari 100 jenis kuliner khas Aceh. Beberapa hidangan yang menjadi sorotan di antaranya:
- Kuah Beulangong – Kari daging khas Aceh yang dimasak dalam kuali besar dengan bumbu kaya rempah dan santan kental.
- Manok Masak Bungong Kala – Hidangan ayam dengan kuah berbumbu khas Aceh yang jarang ditemui di luar daerah.
- Mie Aceh – Sajian mi khas dengan bumbu rempah yang kuat, tersedia dalam versi goreng, kering, atau berkuah.
- Asam Jing (Asam Keueng) – Masakan khas Aceh Tengah yang memiliki rasa asam segar dan pedas.
- Eungkot Paya – Ikan air tawar yang dimasak dengan bumbu khas Aceh.
- Sie Reuboh – Daging sapi atau kambing yang dimasak dalam bumbu cuka dan rempah, memberikan cita rasa asam dan gurih.
- Canai Gula dan Pulot Bakar – Sajian kudapan khas Aceh yang menjadi favorit di kalangan masyarakat.
- Bakpao Sigli – Roti isi dengan tekstur lembut yang berasal dari daerah Sigli.
- Mie Caluk – Mi khas dengan kuah berbumbu yang berbeda dari Mie Aceh.
- Kanji Rumbi – Bubur khas Aceh yang sering dikonsumsi saat bulan Ramadan.
Selain makanan-makanan di atas, pengunjung juga bisa menikmati berbagai jenis camilan dan minuman khas seperti Seuneucah, Putu Mayang, Empeng U, Ranup Mameh, dan Bue Leukat Drien.
Menghidupkan Kembali Tradisi Makan Bersama
Salah satu daya tarik festival ini adalah konsep piknik yang diusung dalam penyajiannya. Pengunjung dapat menikmati makanan dengan duduk lesehan di atas tikar di area taman yang hijau, menciptakan suasana santai layaknya pesta kebun. Dengan konsep ini, festival tidak hanya menjadi ajang mencicipi makanan, tetapi juga menjadi pengalaman sosial yang mempererat hubungan antar masyarakat.
Husna Annisa menuturkan bahwa ia berharap sekitar 4.500 orang hadir selama tiga hari penyelenggaraan festival. “Kami ingin masyarakat Aceh lebih mengenal kuliner khas mereka sendiri dan menjadikannya bagian dari kehidupan sehari-hari,” ujarnya.
Kuliner Aceh sebagai Identitas Budaya
Kuliner merupakan salah satu bagian penting dari identitas budaya suatu daerah. Makanan khas Aceh tidak hanya sekadar hidangan lezat, tetapi juga mencerminkan sejarah dan perpaduan budaya yang telah berkembang selama berabad-abad. Berbagai pengaruh dari India, Arab, dan Cina dapat ditemukan dalam cita rasa dan teknik memasak kuliner Aceh.
Dengan adanya festival seperti Aceh Culinary Fest, masyarakat tidak hanya diajak untuk menikmati makanan, tetapi juga memahami nilai-nilai historis di balik setiap hidangan. Informasi tentang asal-usul makanan dan cara memasaknya disajikan di setiap stan kuliner, memberikan wawasan lebih dalam kepada pengunjung tentang kekayaan kuliner Aceh.
Tantangan dan Harapan untuk Masa Depan
Meskipun festival kuliner menjadi langkah positif dalam melestarikan makanan tradisional, tantangan tetap ada. Perubahan gaya hidup masyarakat modern yang lebih menyukai makanan cepat saji dan kurangnya regenerasi dalam bisnis kuliner tradisional menjadi hambatan utama dalam upaya pelestarian kuliner khas Aceh.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh berharap acara ini bisa menjadi ajang edukasi bagi generasi muda agar mereka tertarik untuk belajar dan melanjutkan tradisi kuliner yang telah diwariskan turun-temurun. Selain itu, diharapkan juga para pelaku usaha kuliner lokal semakin termotivasi untuk mengembangkan usaha mereka dengan tetap mempertahankan cita rasa autentik.
Dengan adanya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga warisan kuliner, serta dukungan dari pemerintah dan komunitas, kuliner tradisional Aceh diharapkan tetap lestari dan terus menjadi kebanggaan daerah. Festival ini diharapkan menjadi agenda tahunan yang tidak hanya menarik wisatawan, tetapi juga menjadi simbol kecintaan masyarakat Aceh terhadap warisan kuliner mereka sendiri.