Indahnya pesona Candi Borobudur yang menjadi ikon sejarah dunia
Pernahkah anda mendengar tentang Candi Borobudur? Saya yakin anda pasti pernah mendengarnya entah di dalam buku sejarah, melalui TV ataupun Internet. Tapi pernahkah anda mengunjungi Candi Borobudur? Jika belum, saya akan menceritakan sedikit pengalaman saya berkunjung ke Candi Borobudur.
Tahun 2016 tepatnya bulan April, sekolah saya mengadakan Wisata Budaya dan Live In dari Jakarta, Bandung, Wonosobo dan Yogyakarta. Dari rangkaian kegiatan tersebut, saya dan teman-teman mengunjungi salah satu tempat wisata yang terkenal di Magelang yaitu Candi Borobudur.
Candi Borobudur merupakan salah satu warisan budaya dunia yang ditetapkan oleh UNESCO pada tahun 1991. Bangunan dari candi ini sangat besar dan tingginya diperkirakan setara dengan Gedung 10 lantai. Oleh karena itu, tidak heran jika Candi Borobudur diakui sebagai Candi Buddha terbesar yang ada di dunia.
Candi Borobudur sendiri terletak di Kabupaten Magelang, Jawa tengah. Sekitar 17 km dari kota Magelang. Hari itu, saya dan teman-teman saya berangkat dari Kota Yogyakarta. Perjalanan yang ditempuh dari Kota Yogyakarta ke Candi Borobudur berkisar 40 km dan memakan waktu 1,5 Jam.
Sesampainya disana, guru saya langsung menuju loket untuk mengkonfirmasi tiket rombongan yang sudah dipesan sebelumnya. Sedikit info mengenai harga tiket masuk Candi Borobudur sendiri untuk wisatawan nusantara berkisar Rp. 25.000 – Rp. 50.000 sedangkan untuk wisatawan mancanegara berkisar $15 – $25.
Terdapat juga harga tiket rombongan khusus pelajar serta mahasiswa yaitu seharga Rp. 25.000 dengan minimal 20 orang dan disertai dengan surat pengantar dari sekolah atau universitas.
Selain itu, Candi Borobudur juga menawarkan paket terusan untuk tiket masuk Candi Borobudur – Candi Prambanan dan Candi Borobudur – Candi Ratu Boko yang berkisar Rp. 35.000 – Rp. 75.000 untuk wisatawan nusantara dan berkisar $45 – $27 untuk wisatawan mancanegara.
Setelah saya dan teman-teman saya masuk, guru saya membagi menjadi dua rombongan kelas yaitu kelas X PAR 1 dan X PAR 2. Saya berada di rombongan kelas X PAR 1, rombongan tersebut dipimpin oleh seorang pemandu wisata yang bernama Pak Heru. Pak Heru mulai menjelaskan sejarah dibangunnya Candi Borobudur. Ternyata Candi ini adalah peninggalan Dinasti Sailendera yang dibangun sekitar 780-840 Masehi.
Peninggalan ini dibangun sebagai tempat pemujaan Budha dan tempat ziarah. Biasanya saat perayaan hari raya Waisak, candi ini dipenuhi oleh umat beragama Buddha yang berkujung untuk merayakan dan berdoa. Dalam ritualnya, biksu dan umat Buddha akan mengelilingi Candi Borobudur.
Menangkap dari penjelasan yang diceritakan oleh Pak Heru, Candi Borobudur berbentuk seperti tangga yang terdiri dari sembilan teras bertumpuk, yang mencakup enam teras berbentuk bujur sangkar dan tiga pelataran yang berbentuk bundar. Di atasnya terdapat stupa utama terbesar yang menghiasi candi ini.
Stupa tersebut dikelilingi oleh tiga barisan 72 stupa berlubang yang didalamnya terdapat arca Buddha tengah duduk bersila.
Pada dindingnya Candi Borobudur dihiasi dengan 2.672 panel relief yang megah. Bentuk dasar dari bangunan Candi Borobudur adalah punden berundak dengan tiga tingkatan yang melambangkan kosmologi Buddha Mahayana. Tiga tingkatan tersebut adalah Kamadhatu (kaki candi), rupadhatu (tubuh candi), dan arupadhatu (atas candi).
Pada tingkatan pertama atau Kamadhatu terdapat 160 relief yang menceritakan Karmawibhangga Sutra, yaitu hukum sebab akibat. Relief ini menggambarkan mengenai sifat dan nafsu manusia, seperti merampok, membunuh, memperkosa, penyiksaan dan fitnah.
Sedangkan pada tingkatan kedua yaitu Rupadhatu, yang menceritakan tentang kehidupan manusia yang telah terbebas dari hawa nafsu, namun masih terikat dengan hal yang bersifat duniawi.
Tingkatan kedua ini memiliki 1300 relief. Pada bagian ketiga atau Arupadhatu. Bagian ini menggambarkan kehidupan Sang Buddha yang telah mencapai kesempurnaan karena berani meninggalkan kehidupan dunia untuk mencapai pencerahan.
“Waktu berkunjung paling bagus jika ke Borobudur itu ketika pagi dan sore hari. Karena kita dapat menyaksikan secara langsung matahari terbit dan juga terbenam” Ucap Pak Heru saat saya berada di puncak Candi Borobudur. Walaupun saya tidak datang saat matahari terbenam ataupun terbit, namun pemandangan dari atas Candi Borobudur tidak kalah indah. Terdapat juga mitos yang dipercaya oleh para wisatawan yaitu mitos Kunto Bimo.
Di dalam Candi Borobudur, jika diperhatikan terdapat beberapa stupa berlubang yang didalamnya terdapat patung Kunto Bimo dengan posisi Dharmachakra. Menurut legenda atau mitos yang beredar, siapa pun yang dapat menyentuh patung dengan tangannya melalui lubang stupa, maka semua keinginannya akan terkabul.
Dianjurkan untuk pria, untuk menyentuh jari kelingking patung, sedangkan untuk Wanita disarankan untuk menyentuh jari kaki. Entah dari mana kepercayaan itu berasal, tetapi dalam beberapa kasus itu telah terjadi.
https://www.kompasiana.com