Bulan Ramadan di Indonesia selalu identik dengan aneka ragam kuliner khas yang hanya muncul setahun sekali. Di berbagai daerah, masyarakat berlomba-lomba mencari jajanan unik yang hanya bisa ditemui selama bulan suci ini. Salah satu kota yang memiliki kuliner khas Ramadan yang menarik adalah Semarang, ibu kota Provinsi Jawa Tengah. Beberapa hidangan khas yang selalu dinantikan saat bulan puasa antara lain kue coro santan, ketan biru, telur petis bumbon, dan sate jagung. Jajanan tradisional ini bukan hanya sekadar pengisi perut, tetapi juga bagian dari sejarah dan budaya kuliner yang telah diwariskan secara turun-temurun.

Pasar Kuliner Ramadan di Semarang: Surga Takjil Tradisional
Setiap Ramadan, kawasan Aloon-aloon Semarang, Kelurahan Kauman, Kecamatan Semarang Tengah, menjadi pusat kuliner yang ramai dikunjungi warga. Salah satu lapak yang selalu ramai adalah stan bertuliskan “Ibu Istiqomah,” yang dikelola oleh Denny (46), seorang warga asli Kelurahan Bustaman. Lapak ini menjual beragam makanan khas yang menjadi buruan utama warga saat berburu takjil.
Menurut Denny, usaha ini telah ada sejak puluhan tahun lalu, bahkan sebelum ia lahir. Ia menceritakan bahwa nenek moyangnya sudah berjualan di lokasi yang sama sejak dulu, menggunakan penerangan lampu sentir sebagai sumber cahaya di malam hari. Keberadaan kuliner ini bukan hanya soal rasa, tetapi juga bagian dari tradisi yang masih bertahan hingga kini.
Mengenal Coro Santan dan Ketan Biru, Kuliner Khas Ramadan dari Semarang
Dari berbagai jajanan yang dijual, coro santan menjadi salah satu yang paling dicari. Coro santan adalah jajanan tradisional yang terbuat dari tepung beras yang difermentasi dan dicampur dengan santan, sehingga menghasilkan rasa gurih dan sedikit asam yang khas. Teksturnya yang lembut dan aroma khasnya membuatnya menjadi favorit bagi banyak orang.
Sementara itu, ketan biru juga tak kalah menarik. Jajanan ini berbahan dasar beras ketan yang diolah dengan pewarna alami hingga menghasilkan warna biru yang unik. Biasanya, ketan biru disantap dengan enten-enten atau kelapa muda yang dicampur dengan gula jawa dan dikeringkan. Perpaduan rasa manis dan gurih menjadikannya pilihan takjil yang lezat.
Denny mengungkapkan bahwa dalam sehari ia bisa menjual sekitar 20 kilogram coro santan dan 20 kilogram ketan biru. Kedua jajanan ini selalu ludes setiap harinya, menunjukkan betapa tingginya minat masyarakat terhadap kuliner khas ini.
Telur Petis Bumbon: Sajian Kaya Rempah Khas Semarang
Selain coro santan dan ketan biru, telur petis bumbon juga menjadi salah satu makanan khas Ramadan yang tak boleh dilewatkan. Hidangan ini terdiri dari telur rebus yang dimasak dengan petis ikan banyar, yang kaya akan bumbu rempah-rempah khas Semarang. Petis banyar sendiri terbuat dari ikan yang diolah hingga menghasilkan tekstur pekat dan cita rasa gurih yang khas. Kehadiran telur petis bumbon di meja makan saat berbuka puasa menjadi pelengkap yang menggugah selera.
Namun, seiring berjalannya waktu, jumlah produksi makanan khas ini mengalami penurunan. Denny menyebutkan bahwa dulu ia bisa menjual hingga 100 butir telur petis bumbon dalam sehari, tetapi kini hanya sekitar 50-60 butir saja. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi yang lesu serta perubahan selera masyarakat.
Perkedel Jagung atau Sate Jagung: Camilan Unik yang Butuh Tenaga Ekstra
Selain jajanan berbasis ketan dan telur, perkedel jagung atau yang juga dikenal sebagai sate jagung menjadi salah satu makanan khas yang biasa dijual di pasar kuliner Ramadan Semarang. Meskipun demikian, Denny mengaku bahwa saat ini ia belum menjual makanan ini karena proses pembuatannya yang cukup menguras tenaga.
Perkedel jagung khas Semarang memiliki tekstur yang lebih padat dibandingkan perkedel jagung pada umumnya. Biasanya, makanan ini disajikan dalam bentuk sate, dengan beberapa potongan perkedel yang ditusuk menjadi satu. Rasanya yang gurih dan sedikit manis menjadikannya camilan yang cocok disantap saat berbuka puasa.
Harga Terjangkau, Nostalgia yang Tak Tergantikan
Meskipun jumlah produksinya berkurang, harga kuliner khas Ramadan di Semarang masih terbilang terjangkau. Coro santan dan ketan biru dibanderol dengan harga Rp7.000 per porsi, sedangkan telur petis bumbon dijual seharga Rp12.000 per porsi. Harga yang ramah di kantong ini membuat jajanan tradisional tetap menjadi pilihan bagi banyak warga yang ingin bernostalgia dengan cita rasa khas masa lalu.
Menurut Denny, mayoritas pembeli makanan ini adalah orang-orang tua yang ingin mengenang masa kecil mereka. Namun, tak sedikit pula anak muda yang mulai tertarik untuk mencicipinya, terutama karena pernah diperkenalkan oleh orang tua mereka. Hal ini menjadi harapan tersendiri bagi Denny agar makanan khas ini tetap lestari dan tidak kalah oleh jajanan kekinian.
Melestarikan Kuliner Tradisional: Tantangan di Tengah Gempuran Jajanan Modern
Di era modern seperti sekarang, banyak jajanan baru bermunculan dengan inovasi yang lebih menarik dan dikemas secara lebih modern. Hal ini tentu menjadi tantangan bagi kuliner tradisional agar tetap bertahan di tengah persaingan yang semakin ketat. Namun, keunikan dan cita rasa khas dari makanan seperti coro santan, ketan biru, dan telur petis bumbon masih memiliki tempat di hati masyarakat.
Salah satu cara untuk melestarikan kuliner khas Ramadan ini adalah dengan memperkenalkan kepada generasi muda melalui media sosial dan festival kuliner. Selain itu, pemerintah daerah juga dapat memberikan dukungan dengan mengadakan acara khusus yang mengangkat makanan tradisional sebagai bagian dari identitas budaya kota.
Kuliner khas Ramadan dari Semarang seperti coro santan, ketan biru, telur petis bumbon, dan sate jagung bukan hanya sekadar makanan, tetapi juga bagian dari sejarah dan budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun. Keberadaannya di pasar kuliner Ramadan menjadi bukti bahwa makanan tradisional tetap memiliki tempat di hati masyarakat.
Meski menghadapi berbagai tantangan, antusiasme warga yang masih tinggi terhadap jajanan ini menunjukkan bahwa nilai nostalgia dan keunikan rasa tetap menjadi daya tarik utama. Harapannya, kuliner-kuliner khas ini tetap lestari dan semakin dikenal oleh generasi muda, agar tidak kalah oleh tren kuliner modern.
Bagi yang berkunjung ke Semarang saat bulan Ramadan, jangan lewatkan kesempatan untuk mencicipi kelezatan jajanan khas ini. Selain menikmati rasa yang autentik, kita juga turut serta dalam melestarikan warisan kuliner yang telah ada sejak zaman dahulu.