1. Geisha: Seniman-Penghibur Tradisional Jepang
![@unimma_id](https://unimmafm.com/wp-content/uploads/2022/04/unimma_id.jpg)
Geisha adalah salah satu dari sekian banyaknya budaya Jepang yang cukup terkenal. Terkadang, bagi sebagian orang yang masih awam terhadap Geisha, akan menganggap Geisha sebagai sosok “makhluk misterius” dan menjadi salah satu budaya, sekaligus profesi tradisional Jepang yang kerap disalahartikan. Dalam bahasa Jepang sendiri, Geisha bermakna “orang seni” atau orang yang memiliki keterampilan dalam seni tradisional Jepang, seperti menari, menyanyi, musik, ataupun upacara minum teh. Dengan kata lain, Geisha adalah aktivis seni penghibur tradisional di negara Jepang.
Memang, awalnya pria lah yang memerankan Geisha ini, tetapi beberapa pria yang menekuni budaya tradisional ini cenderung menurun, hingga akhirnya para wanita yang segera menggantikan peran mereka.Geisha sudah ada sejak abad 18-an dan 19-an, serta masih sangat terkenal sampai saat ini. Sayangnya, di zaman sekarang, kebudayaan Jepang yang satu ini cenderung menurun meskipun masih ada beberapa di antara orang Jepang yang tetap mempertahankan Geisha.Adapun sebutan lain untuk Geisha, yakni Maiko dan Geiko. Istilah tersebut mulai ada dan diterapkan di zaman Restorasi Meiji. Istilah Maiko hanya diterapkan di tempat Kyoto, sementara istilah Geiko hanyalah sebutan lain saja. Hal itu karena Maiko lah yang menjadi sebutan untuk Geisha pemula.
2. Sadou: Upacara Minum Teh
Upacara minum teh atau Sadou ini terdapat dua jenis, yakni Ochakai dan Chaji. Ochakai adalah upacara minum teh yang terbilang tidak terlalu formal karena biasanya orang Jepang akan mengundang teman dan kerabatnya untuk melakukan kegiatan ochakai sebagai bentuk perayaan keberhasilan atau semacamnya. Kemudian, Chaji juga merupakan upacara minum teh yang sifatnya formal dan sangat sakral, bahkan pelaksanaannya dapat berlangsung lebih dari 4 jam.
Awalnya, upacara minum teh bermula dari agama Buddha (Zen) yang dibawa orang Tiongkok di abad ke-6. Kemudian, upacara ini kerap dilakukan oleh orang Jepang sampai abad ke-12 yang mana pada abad itu ditemukan varian teh baru Matcha, yaitu teh dari serbuk teh hijau.
3. Kimono: Pakaian Tradisional Jepang
Budaya Jepang yang terkenal selanjutnya, yakni Kimono. Tentunya kalian tidak asing lagi mendengar istilah ini. Kimono adalah salah satu pakaian tradisional dari negara Jepang yang sudah terkenal hingga ke kancah Internasional. Kimono yang terdiri dari ‘ki’ artinya pakai dan ‘mono’ berarti barang atau benda.
Mulanya, Kimono adalah pakaian yang dipakai dari kalangan bangsawan saja, yakni sekitar tahun 794-1185 atau dalam sejarang Jepangnya diketahui sebagai periode Heian.
4. Origami: Seni Melipat Kertas
Origami telah lama ada, sejak pertama kali kertas digunakan, yakni abad pertama Tiongkok, sekitar 105 M oleh Ts’ai Lun. kemudian, pada abad ke-6 sekitar 106 M, metode pembuatan kertas dibawa ke Spanyol oleh orang Arab dan Jepang.Di Jepang sendiri, Origami diyakini ada sejak Zaman Heian sekitar tahun 741-1191. Hal tersebut berawal dari Origami digunakan sebagai penutup botol arak beras atau sake ketika upacara penyembahan, wanita juga anak-anak.
Lalu, Origami pun makin sering diterapkan di Jepang yang pada masa itu dikenal dengan sebutan Orikata, Orisui, ataupun Orimono. Akan tetapi, di tahun 1880, bentuk budaya kesenian ini lebih disebut sebagai Origami oleh masyarakat Jepang dan istilah Orikata, Orisui, ataupun Orimono terlupakan begitu saja.
5. Matsuri: Festival
Matsuri adalah semacam festival budaya di Jepang yang diselenggarakannya saat summer atau musim panas. Matsuri ini berhubungan dengan festival dari kuil, yakni kuil Buddha dan kuil Shinto. Sebenarnya, Matsuri sendiri adalah acara untuk berdoa dan bersembahyang. Hanya saja itu tak memfokuskan pada para wisatawan yang datang. Hal itu karena banyak pula pengunjung atau wisatawan yang datang sekadar untuk melihat festival budaya Matsuri ini. Matsuri sendiri berasal dari kata matsuru yang artinya menyembah atau memuja. Matsuri berarti penyembahan atau pemujaan pada Kami. Dalam ajaran agama Shinto, terdapat empat unsur dalam matsuri, yaitu harai atau penyucian, persembahan, norito atau pembacaan do’a, dan pesta makan.