Candi Pari yang terletak di Desa Candi Pari, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, bukan hanya sekadar bangunan kuno yang berdiri kokoh di tengah-tengah hamparan sawah. Candi ini adalah salah satu peninggalan bersejarah yang menyimpan segudang cerita dan memiliki makna yang mendalam dalam konteks sejarah, budaya, dan spiritualitas masyarakat Jawa Timur pada masa Kerajaan Majapahit. Dibangun pada abad ke-14, tepatnya pada tahun 1293 Saka atau sekitar tahun 1371 Masehi, Candi Pari kini menjadi saksi bisu dari kejayaan Majapahit dan kehidupan masyarakat pada masa itu.

Sejarah Candi Pari
Sejarah Candi Pari berawal dari masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk, yang memerintah Kerajaan Majapahit pada puncak kejayaannya. Pada masa ini, Kerajaan Majapahit tidak hanya dikenal sebagai pusat pemerintahan yang kuat, tetapi juga sebagai kerajaan yang memiliki pengaruh besar dalam bidang kebudayaan, agama, dan perdagangan di kawasan Asia Tenggara. Candi Pari dibangun sebagai penghormatan terhadap seorang petani bernama Joko Pandelegan, yang dikenal sebagai simbol ketahanan dan keberhasilan pertanian di Majapahit.
Candi ini terletak di wilayah yang dikenal dengan kesuburan tanahnya, yang tentunya sangat penting bagi kelangsungan hidup masyarakat pada masa itu. Pertanian menjadi salah satu sektor utama yang menyokong perekonomian Majapahit. Kisah Joko Pandelegan sendiri bermula ketika ia berhasil menanam padi dengan hasil yang melimpah meskipun pada saat itu Majapahit mengalami krisis pangan. Keberhasilan ini tidak hanya menarik perhatian masyarakat, tetapi juga sampai ke telinga Raja Hayam Wuruk.
Raja Hayam Wuruk yang mendengar kisah keberhasilan Joko Pandelegan sangat terkesan dan berusaha untuk memanggilnya untuk dibawa ke kerajaan. Namun, dalam kisah ini, Joko Pandelegan menghilang secara misterius dan tidak dapat ditemukan. Sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasanya yang besar bagi masyarakat dan kerajaan, Raja Hayam Wuruk memutuskan untuk membangun sebuah candi sebagai monumen yang mengenang jasa Joko Pandelegan. Candi tersebut kini dikenal dengan nama Candi Pari.
Makna Filosofis di Balik Pembangunan Candi Pari
Candi Pari bukan hanya sekadar monumen sejarah, tetapi juga simbol spiritualitas dan ketahanan masyarakat pada masa itu. Dalam ajaran agama Hindu yang berkembang di Majapahit, pembangunan candi memiliki makna yang sangat dalam. Candi biasanya dibangun sebagai tempat untuk beribadah, sebagai penghormatan kepada dewa-dewa, dan sebagai tempat untuk mencapai moksa, yakni pembebasan dari siklus kelahiran dan kematian.
Candi Pari memiliki hubungan yang sangat erat dengan konsep moksa ini. Dalam konteks ini, Joko Pandelegan dan istrinya, Nyai Roro Walang Angin, yang menjadi pasangan yang berjasa dalam mengatasi krisis pangan, diyakini telah mencapai tingkatan spiritual yang tinggi. Candi Pari dibangun untuk mengenang keduanya, yang dikenal tidak hanya karena kontribusi mereka dalam bidang pertanian, tetapi juga karena pengabdian mereka terhadap masyarakat.
Dalam pandangan masyarakat Hindu, moksa adalah tujuan akhir kehidupan yang dicapai dengan cara menghindari karma buruk dan mencapai pencerahan. Pembangunan Candi Pari sebagai penghormatan terhadap Joko Pandelegan dan istrinya ini mencerminkan pemahaman spiritual masyarakat Majapahit, yang meyakini bahwa ketahanan dan kepedulian sosial dapat menjadi jalan untuk mencapai kedamaian dan kebahagiaan yang abadi.
Arsitektur dan Ciri Khas Candi Pari
Candi Pari memiliki ciri khas yang membedakannya dengan candi-candi lain dari era Majapahit. Candi ini dibangun dengan menggunakan batu bata merah yang terkesan lebih sederhana dibandingkan dengan candi-candi lain yang biasanya terbuat dari batu andesit atau batu besar lainnya. Namun, batu bata merah yang digunakan di Candi Pari memberikan kesan kokoh dan tahan lama, serta menunjukkan teknik konstruksi yang maju pada masa itu.
Arsitektur Candi Pari memiliki bentuk persegi empat dengan dimensi yang cukup besar, yaitu tinggi sekitar 15,40 meter, panjang 16 meter, dan lebar 14,10 meter. Struktur candi terdiri dari tiga bagian utama: kaki, badan, dan atap. Bagian kaki memiliki denah persegi dengan ukuran 13,55 x 13,40 meter dan tinggi sekitar 1,50 meter. Sementara itu, badan candi berbentuk persegi empat dengan panjang dan lebar masing-masing 7,80 meter dan tinggi 6,30 meter.
Yang menarik dari Candi Pari adalah pengaruh arsitektur yang tampak dari desainnya. Candi ini menunjukkan pengaruh gaya arsitektur dari Kamboja dan Vietnam. Atap candi, meskipun sebagian besar sudah runtuh, memiliki bentuk yang mirip dengan candi-candi di kawasan Kamboja dan Champa, dengan desain atap bertingkat dan ornamen teratai yang sangat khas. Dekorasi pada candi ini sangat minimalis, hanya terdapat beberapa relief yang menggambarkan miniatur candi dan ornamen teratai di bagian atasnya, yang menambah kesan elegan namun sederhana.
Keunikan lain yang dimiliki Candi Pari adalah penggunaan batu andesit pada ambang pintu dan bagian atas gerbang. Ini memberikan kesan bahwa meskipun candi ini lebih sederhana dalam hal ornamentasi, namun tetap menunjukkan keindahan dan keanggunan dalam setiap detailnya. Candi Pari dengan demikian tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai karya seni arsitektur yang mencerminkan kemajuan budaya pada masa Majapahit.
Fungsi Candi Pari Sebagai Pusat Keagamaan dan Budaya
Pada masa Kerajaan Majapahit, candi tidak hanya digunakan sebagai tempat ibadah, tetapi juga berfungsi sebagai pusat kegiatan budaya dan sosial. Candi Pari, sebagai salah satu candi yang dibangun pada masa tersebut, juga memiliki fungsi yang sama. Sebagai simbol ketahanan masyarakat, candi ini menjadi tempat untuk mengenang para pahlawan yang telah memberikan kontribusi besar terhadap kesejahteraan masyarakat. Candi Pari, meskipun lebih sederhana dibandingkan dengan candi-candi besar lainnya, tetap memiliki fungsi yang sangat penting dalam kehidupan keagamaan dan sosial masyarakat Majapahit.
Sebagai situs keagamaan, Candi Pari menjadi tempat untuk melakukan ritual dan persembahyangan bagi masyarakat sekitar. Selain itu, candi ini juga menjadi pusat pendidikan bagi masyarakat mengenai ajaran-ajaran agama Hindu yang pada saat itu sangat mempengaruhi kehidupan sosial dan budaya. Banyak dari nilai-nilai yang terkandung dalam agama Hindu, seperti gotong royong, pengabdian, dan penghargaan terhadap alam, tercermin dalam keberadaan Candi Pari ini.
Dalam konteks budaya, Candi Pari tidak hanya menjadi simbol keberhasilan dalam bidang pertanian, tetapi juga simbol persatuan antara kerajaan dan rakyat. Pembangunan candi ini menunjukkan bagaimana hubungan antara pemerintah dan masyarakat pada masa itu sangat erat, di mana kerajaan tidak hanya berfokus pada kekuatan politik dan militer, tetapi juga pada kesejahteraan rakyat, terutama dalam bidang pertanian yang menjadi sumber utama kehidupan.
Candi Pari Sebagai Destinasi Wisata Sejarah dan Budaya
Saat ini, Candi Pari telah menjadi salah satu destinasi wisata yang populer di Jawa Timur. Bagi para wisatawan, Candi Pari tidak hanya menarik karena arsitekturnya yang unik, tetapi juga karena nilai sejarah yang terkandung di dalamnya. Sebagai peninggalan dari Kerajaan Majapahit, Candi Pari memberikan kesempatan bagi para pengunjung untuk belajar tentang sejarah, budaya, dan spiritualitas masyarakat Majapahit yang kaya.
Candi Pari juga menjadi tempat yang menarik bagi mereka yang tertarik dengan arkeologi dan sejarah kuno. Dengan adanya pengelolaan dan program promosi yang dilakukan oleh pemerintah setempat, Candi Pari kini menjadi salah satu objek wisata yang banyak dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun mancanegara. Keberadaan Candi Pari juga memberikan kontribusi yang besar dalam pelestarian budaya dan sejarah Majapahit, serta meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga warisan sejarah bangsa.
Peran Candi Pari dalam Pelestarian Sejarah dan Pendidikan
Pelestarian Candi Pari sangat penting, mengingat candi ini bukan hanya sebagai situs sejarah, tetapi juga sebagai sumber pendidikan yang sangat berharga. Melalui pengelolaan yang baik, Candi Pari dapat menjadi media pembelajaran yang menghubungkan generasi sekarang dengan masa lalu. Para pelajar dan wisatawan yang mengunjungi Candi Pari dapat memperoleh wawasan tentang peradaban Majapahit, kehidupan masyarakatnya, serta nilai-nilai budaya dan spiritual yang berkembang pada masa itu.
Program edukasi dan promosi yang dilakukan oleh pemerintah setempat sangat berperan dalam menjaga kelestarian Candi Pari. Selain sebagai situs sejarah, candi ini juga memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal dengan menarik wisatawan. Diharapkan, Candi Pari dapat terus dijaga dan dipelihara, sehingga dapat diwariskan kepada generasi mendatang.
Candi Pari adalah salah satu peninggalan bersejarah yang sangat berharga dan memiliki banyak makna, baik dari segi sejarah, budaya, maupun spiritualitas. Sebagai simbol ketahanan dan keberhasilan masyarakat Majapahit dalam mengatasi krisis pangan, Candi Pari juga mencerminkan hubungan yang erat antara kerajaan dan rakyat. Dengan arsitektur yang unik, candi ini bukan hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai monumen yang mengenang jasa-jasa orang-orang yang telah memberikan kontribusi besar bagi kesejahteraan masyarakat. Kini, Candi Pari menjadi salah satu destinasi wisata yang penting, yang tidak hanya memberikan pengalaman edukatif bagi pengunjung, tetapi juga berperan dalam pelestarian warisan sejarah Majapahit.