Desa Wae Rebo, yang terletak di pegunungan terpencil Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT), telah mencuri perhatian dunia, tidak hanya karena keindahan alamnya yang menakjubkan, tetapi juga karena kekayaan budaya dan tradisi yang masih sangat kental. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno, mengungkapkan rasa takjubnya terhadap keindahan dan daya tarik unik yang dimiliki desa ini.

Lokasi dan Akses yang Menantang
Desa Wae Rebo terletak di Kampung Satar Lenda, Kecamatan Satar Mese Barat, Manggarai, NTT, dengan ketinggian sekitar 1.000 meter di atas permukaan laut (mdpl). Desa ini sering dijuluki “surga di atas awan” karena posisi geografisnya yang dikelilingi pegunungan dan kabut yang memberi kesan magis, damai, dan tenang. Namun, untuk mencapai desa yang mempesona ini, wisatawan harus menempuh perjalanan yang cukup berat. Diperlukan waktu sekitar 4-5 jam perjalanan darat dan hiking sejauh lima kilometer melalui jalan setapak berbatu yang licin dan terjal. Meski perjalanan menuju Wae Rebo cukup berat, keindahan alam yang disuguhkan begitu luar biasa dan sebanding dengan usaha yang dikeluarkan untuk mencapainya.
Rumah Adat Mbaru Niang: Ikon Desa Wae Rebo
Salah satu daya tarik utama Desa Wae Rebo adalah Mbaru Niang, rumah adat tradisional yang berbentuk kerucut. Di desa ini, terdapat tujuh unit Mbaru Niang yang berfungsi sebagai tempat tinggal dan simbol kehidupan sosial masyarakat setempat. Rumah adat ini memiliki ciri khas dengan atap yang terbuat dari daun sagu dan bambu yang disusun berbentuk kerucut. Keunikan arsitektur Mbaru Niang menunjukkan pengaruh kebudayaan Minang, yang terlihat pada desain atap rumah adat Niang Dangka, meskipun sebagian besar budaya di Wae Rebo telah menyatu dengan kebiasaan masyarakat Pulau Flores.
Budaya dan Tradisi yang Kental
Budaya masyarakat Wae Rebo tetap terjaga dengan baik, salah satunya melalui upacara adat yang disebut Ritus Upacara Penti. Upacara ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan dan roh leluhur atas semua berkah yang diterima sepanjang tahun. Selain itu, terdapat tradisi Rangku Alu, sebuah permainan dan tarian tradisional yang dilakukan dengan menggunakan tongkat bambu. Permainan ini melibatkan dua kelompok, dengan satu kelompok memegang tongkat bambu yang saling diatur membentuk celah, sementara kelompok lain berusaha melompatinya tanpa terjepit bambu.
Tarian Caci adalah bentuk seni lainnya yang sangat identik dengan budaya Wae Rebo. Tarian ini merupakan salah satu bentuk refleksi kehidupan sehari-hari warga setempat yang dilaksanakan dengan penuh semangat dan mengandung makna filosofi serta nilai-nilai kehidupan yang dalam.
Produk Kerajinan Tangan dan Kuliner
Selain keindahan alam dan budaya, Desa Wisata Wae Rebo juga memiliki produk kerajinan tangan yang sangat menarik, terutama kain tenun Manggarai. Kain tenun Wae Rebo terkenal dengan motif bunga yang khas dan warna-warna cerah, menjadikannya sebagai salah satu oleh-oleh yang paling dicari para wisatawan. Kain tenun ini dibuat secara tradisional oleh masyarakat setempat dan dipandang sebagai simbol kreativitas dan ketelatenan mereka.
Di sektor kuliner, Wae Rebo menawarkan kopi khas yang dihasilkan dari kebun-kebun kopi di sekitar desa. Kopi Wae Rebo memiliki cita rasa yang khas dan berbeda, menjadikannya salah satu produk unggulan yang banyak dicari. Selain itu, madu hutan juga menjadi komoditas lain yang dikenal dan digunakan oleh warga setempat sebagai bahan makanan dan obat tradisional.
Desa Wisata Wae Rebo di Panggung Internasional
Desa Wisata Wae Rebo telah mendapat pengakuan internasional yang luar biasa. Pada tahun 2021, desa ini berhasil menjadi salah satu dari tiga wakil Indonesia di ajang Desa Wisata Terbaik UNWTO (United Nations World Tourism Organization). Prestasi ini membuktikan bahwa Desa Wae Rebo memiliki potensi besar dalam pengembangan pariwisata berbasis budaya yang ramah lingkungan.
Sebagai bagian dari program Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021, Desa Wae Rebo juga masuk dalam daftar 50 desa wisata terbaik di Indonesia. Menparekraf, Sandiaga Salahuddin Uno, berkomitmen untuk terus memberikan dukungan kepada Desa Wae Rebo agar terus berkembang. “Saya akan menugaskan dewan juri Prof. Azril Azahari untuk memberikan pendampingan agar Desa Wisata Wae Rebo dapat terus berkembang,” kata Sandiaga.
Pengembangan Berkelanjutan dan Pendampingan
Meskipun Desa Wae Rebo telah dikenal luas, Sandiaga berharap desa ini dapat terus berkembang dengan tetap menjaga kelestarian alam dan budaya. Pengembangan pariwisata berkelanjutan menjadi kunci untuk memastikan desa ini tetap terjaga keasriannya, sekaligus memberi manfaat bagi perekonomian masyarakat setempat. Pemerintah melalui Menparekraf juga berencana memberikan pelatihan dan pendampingan untuk masyarakat setempat agar mereka dapat mengelola desa wisata ini dengan lebih profesional dan mendatangkan manfaat ekonomi yang lebih besar.
Desa Wisata Wae Rebo merupakan contoh luar biasa dari desa wisata yang memadukan keindahan alam, keberagaman budaya, dan tradisi yang tetap terjaga. Keunikan desa ini yang dikelilingi oleh pegunungan dan kabut, serta masyarakatnya yang sangat ramah, menjadikannya destinasi yang layak dikunjungi bagi siapa saja yang ingin merasakan pengalaman wisata yang berbeda. Dengan potensi besar yang dimiliki, Desa Wae Rebo tidak hanya berperan sebagai destinasi wisata, tetapi juga sebagai model pengembangan desa wisata yang berkelanjutan di Indonesia.