(876Unimmafm) Magelang- Menyusul telah dikirimkannya surat kepada Presiden RI dari forum petani Multikultur Indonesia FPMKI terkait dukungan atas kenaikan cukai tembakau, Muhammadiyah Tobacco Control Center MTCC unimma melaksanakan press conference bersama para petani, Rabu 8 des 2021 di Wonolelo Kab Magelang.
Hal tersebut terkait dengan sikap dari
Forum Petani Multikultur Indonesia (FPMI) yang merespon positif kebijakan pemerintah tentang kebijakan cukai hasil tembakau.
Press Conference juga menghadirkan nara sumber Latif, petani Nusa Tenggara Barat; Yamidi, petani Temanggung, Tuhar petani dari Tlahap Poso Temanggung, Istanto, petani Magelang yang juga Ketua Forum Petani Multikultur Indonesia; dan Asnawi, petani Jawa Timur. Sedang moderator, Rayndra Syahdan Mahmudin, Ketua 1 Forkom Bumdes Kabupaten Magelang.
Sebagai mana diketahui Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) – pemerintah menetapkan 50% alokasi DBH CHT
untuk kesejahteraan masyarakat, 25% untuk penegakan hukum dan 25 % untuk kesehatan masyarakat.
Kenaikan penetapan besaran DBHCHT sejak
2020 memunculkan polemik di semua media. Selama ini, cukai selalu dikaitkan dengan pernyataan terkait peran Industri Hasil Tembakau (IHT) yang sangat strategis
sehingga selalu muncul polemik yang
berkepanjangan.
Cukai hasil tembakau CHT justru lebih berorientasi pencapaian target penerimaan, daripada pengendalian atau pembatasan konsumsi rokok dan upaya peningkatan kesejahteraan petani.
Bahkan muncul rumor, jika petani menolak kenaikan cukai tembakau yang ditetapkan oleh pemerintah. Dari berbagai fakta yang terjadi di masyarakat petani terkait peruntukan dana DBHCHT yang belum sesuai sehingga kesejahteraan petani atau buruh belum terwujud.
Najib petani tembakau Temanggung mengungkapkan bahwa , tahun 2020 adalah harga tembakau terburuk sepanjang lebih dari 5 tahun terakhir, tembakau dengan kwalitas terbaik perkilo hanya dihargai 35 ribu.
Ia juga mengaku mendapatkan bantuan pupuk dari pemerintah 2 tahun sekali senilai 600 ribu, dan hanya cukup untuk memupuki beberapa batang saja , padahal saya menanam tembakau dengan lahan setengah hektar, imbuhnya.
Nasib serupa juga dialami oleh pak Tuhar petani tembakau dari Tlahap, saya jual 10 kranjang tembakau per kranjang hanya dihargai 700 ribu artinya per kilo gram hanya 35 ribu itu pun baru akan dibayar 3 bulan lagi.
MTCC sesuai dengan visi misinya yang bergerak di bidang regulasi dan pendampingan petani tembakau, menghelat diskusi untuk mendorong dan menfasilitasi suara, solusi mencari jalan keluar bagi para petani dengan stake holder agar peruntukan dana bagi hasil cukai tembakau sesuai dan untuk kesejahteraan petani atau buruh.
Menurut ketua MTCC Unimma Retno rusjiati “Issue yang muncul sekarang ini adalah kenaikan cukai tembakau, ada yang bersuara kenaikan cukai merugikan petani, karena banyak yang menggunakan topeng petani tembakau alasanya, industri rokok akan menekan kami sehingga tidak bsa menjual tembakau sesuai BEP ” .
Dari hasil diskusi hari ini, mereka petani tembakau mendukung kenaikan cukai, tetapi harapannya manfaatnya yang mereka peroleh lebih besar terutama manfaat DBHCHT, kalau selama ini 15% dari 50% minta dibalik menjadi 35% yang selama ini untuk BLT untuk mereka, karena kami MTCC pendampingan petani tembakau tidak ingin terpuruk terus-menerus, imbuhnya.
Petani berharap pemerintah mengalokasikan 35 persen pendapatan cukai rokok untuk program pendampingan petani tembakau untuk alat produksi beralih tanam, bisa juga digunakan untuk bantuan manajemen petani dalam membudidayakan komoditas yang berpeluang di ekspor.
Kebijakan itu bisa selaras dengan keinginan pemerintah untuk menurunkan konsumsi rokok seperti yang dilakukan negara-negara di dunia.1