Perubahan iklim yang semakin parah telah mendorong para ilmuwan untuk mencari solusi inovatif guna mengurangi dampaknya. Salah satu solusi yang tengah dikembangkan adalah teknologi geoengineering atau rekayasa iklim. Teknologi ini bertujuan untuk mengontrol suhu Bumi dengan cara tertentu, termasuk mengurangi radiasi matahari yang masuk atau menghilangkan gas rumah kaca dari atmosfer.

Geoengineering menjadi salah satu opsi mitigasi perubahan iklim yang kontroversial karena dampak dan risikonya masih belum sepenuhnya dipahami. Meskipun demikian, beberapa metode dalam geoengineering sudah mulai diuji coba di berbagai belahan dunia.
Metode Geoengineering
Dilansir dari Oxford Geoengineering Programme, teknologi rekayasa iklim dapat dikategorikan ke dalam dua pendekatan utama:
1. Manajemen Radiasi Matahari (Solar Radiation Management – SRM)
Pendekatan ini bertujuan untuk memantulkan sebagian energi Matahari kembali ke luar angkasa guna mengurangi pemanasan global. Beberapa teknik SRM yang telah diusulkan antara lain:
- Peningkatan Albedo: Meningkatkan reflektivitas awan atau permukaan tanah sehingga lebih banyak panas matahari yang dipantulkan kembali ke angkasa.
- Reflektor Ruang Angkasa: Memasang cermin atau partikel di luar angkasa untuk menghalangi sebagian sinar Matahari sebelum mencapai Bumi.
- Aerosol Stratosfer: Menyuntikkan partikel kecil seperti sulfur ke atmosfer bagian atas guna memantulkan sebagian sinar Matahari, mirip dengan efek letusan gunung berapi besar yang mendinginkan suhu global sementara waktu.
2. Penghapusan Gas Rumah Kaca (Greenhouse Gas Removal – GGR)
Teknik ini berfokus pada menghilangkan karbon dioksida (CO2) dan gas rumah kaca lainnya dari atmosfer untuk mengurangi efek rumah kaca. Beberapa metode yang dikembangkan meliputi:
- Penghijauan Global: Menanam pohon dalam skala besar untuk menyerap CO2 dari udara.
- Biochar: Membakar biomassa dan menguburnya agar karbon tetap tersimpan dalam tanah.
- Penangkapan dan Penyimpanan Karbon (Carbon Capture and Storage – CCS): Mengumpulkan CO2 dari sumber emisi industri dan menyimpannya di bawah tanah.
- Pemupukan Laut (Ocean Fertilization): Menambahkan zat besi atau nutrisi lainnya ke laut guna meningkatkan pertumbuhan fitoplankton yang dapat menyerap lebih banyak karbon dari atmosfer.
Potensi dan Tantangan Geoengineering
Meskipun geoengineering menawarkan solusi inovatif dalam mengurangi pemanasan global, teknologi ini masih menimbulkan perdebatan karena potensi dampak negatifnya. Berikut adalah beberapa pro dan kontra dari rekayasa iklim ini:
Keuntungan Geoengineering
- Pengurangan Suhu Global yang Cepat: Beberapa teknik seperti aerosol stratosfer dapat menurunkan suhu dalam waktu singkat dibandingkan dengan metode pengurangan emisi karbon secara konvensional.
- Mencegah Dampak Ekstrem Perubahan Iklim: Dapat membantu mengurangi risiko gelombang panas, kenaikan permukaan laut, dan badai ekstrem.
- Memperlambat Pemanasan Global Sementara Waktu: Memberikan lebih banyak waktu bagi dunia untuk beralih ke energi bersih dan teknologi ramah lingkungan.
Risiko dan Kontroversi Geoengineering
- Dampak Lingkungan yang Tidak Terduga: Intervensi skala besar terhadap sistem iklim Bumi dapat menyebabkan perubahan pola cuaca yang tidak dapat diprediksi.
- Ketimpangan Global: Negara-negara yang memiliki akses terhadap teknologi geoengineering dapat menggunakannya tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap negara lain.
- Ketergantungan terhadap Teknologi: Jika geoengineering diterapkan sebagai solusi utama, dunia mungkin akan mengabaikan upaya mengurangi emisi karbon secara langsung.
- Potensi Konflik Internasional: Penggunaan geoengineering secara unilateral oleh satu negara atau kelompok dapat menimbulkan ketegangan politik dan etika global
Studi dan Pengembangan Geoengineering
Sejumlah proyek penelitian telah dilakukan untuk mengeksplorasi kemungkinan implementasi geoengineering:
- Proyek SCoPEx (Stratospheric Controlled Perturbation Experiment) oleh Universitas Harvard yang meneliti dampak aerosol stratosfer.
- Eksperimen Lautan yang Diperkaya Zat Besi di berbagai lokasi untuk meningkatkan pertumbuhan fitoplankton dan penyerapan CO2.
- Proyek Penangkapan Karbon di Islandia dan Norwegia untuk menguji penyimpanan karbon di bawah tanah.
Namun, ilmuwan seperti Erma Yulihastin, peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengingatkan bahwa teknologi ini masih belum sepenuhnya aman. “Jika dilakukan tanpa perhitungan matang, geoengineering bisa menimbulkan dampak lingkungan yang tidak terduga,” ujarnya dalam wawancara dengan Kompas.com.
Geoengineering menawarkan solusi potensial dalam menghadapi krisis iklim global, tetapi masih memerlukan penelitian lebih lanjut sebelum dapat diterapkan secara luas. Teknologi ini harus dikombinasikan dengan strategi pengurangan emisi karbon yang lebih konvensional agar hasilnya lebih optimal dan berkelanjutan.
Meskipun menjanjikan, penerapan geoengineering harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari konsekuensi lingkungan yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, penting bagi komunitas ilmiah, pemerintah, dan masyarakat global untuk terus berdiskusi dan mengembangkan regulasi yang jelas sebelum menerapkan teknologi ini.
Dengan adanya pendekatan yang seimbang antara teknologi inovatif dan kebijakan lingkungan yang ketat, geoengineering dapat menjadi alat tambahan dalam upaya menjaga keberlangsungan hidup di planet kita.