Saat bulan Ramadhan tiba hingga Hari Raya Idul Fitri menjelang, tak hanya ibadah yang meningkat, tetapi juga tradisi kuliner yang selalu ditunggu-tunggu. Seperti halnya Sumatera Barat yang identik dengan rendang, Palembang sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Selatan pun memiliki segudang kuliner khas yang istimewa dan selalu menghiasi meja makan warga saat Ramadhan dan Lebaran. Cita rasa khas dari hasil olahan ikan, tepung, dan bumbu rempah menjadikan kuliner Palembang begitu lekat dalam budaya lokal dan menjadi simbol kehangatan keluarga saat berkumpul.

Berikut ini adalah tujuh kuliner khas Palembang yang hampir selalu hadir dalam suasana bulan puasa dan hari kemenangan, lengkap dengan kisah, nilai gizi, serta makna tradisionalnya:
1. Burgo: Simbol Kesederhanaan dan Kehangatan
Burgo adalah makanan tradisional Palembang yang sekilas mirip dengan lontong atau dadar gulung. Makanan ini terbuat dari campuran tepung beras dan sedikit tepung sagu, yang dibuat menjadi adonan cair lalu dimasak di atas wajan datar, seperti membuat kulit lumpia. Setelah matang, burgo digulung dan diiris tipis, lalu disajikan dalam kuah santan yang dibumbui kunyit dan rempah lain.
Keunikan burgo terletak pada kuahnya yang gurih dan sedikit pedas, serta penggunaan ikan gabus sebagai bahan pelengkap. Dalam satu porsinya, burgo mengandung sekitar 395 kalori dan menyumbang cukup energi untuk berbuka puasa. Hidangan ini tak hanya memuaskan selera, tapi juga menghangatkan suasana karena kerap disajikan secara kolektif dalam tradisi berbuka puasa bersama keluarga besar.
2. Celimpungan: Versi Lebaran dari Pempek Adaan
Jika biasanya pempek disajikan dengan cuko, maka celimpungan adalah variasi khas Lebaran yang lebih “ramah anak” dan kaya akan santan. Celimpungan menggunakan adonan pempek adaan berbentuk bulat, lalu dimasak dengan kuah santan kuning yang kaya akan rempah, seperti kunyit, jahe, dan bawang putih.
Hidangan ini banyak ditemukan dalam jamuan berbuka puasa atau menu utama saat Lebaran, karena rasanya yang gurih dan mengenyangkan. Selain nikmat, celimpungan juga merepresentasikan keberagaman cara masyarakat Palembang mengolah hasil tangkapan sungai seperti ikan tenggiri atau ikan gabus menjadi sajian lezat yang sakral dalam perayaan keagamaan.
3. Mi Celor: Hidangan Kaya Rasa untuk Energi Berlebih
Mi celor adalah mi tebal berwarna putih kekuningan yang disajikan dalam kuah santan dan kaldu udang kental. Kata “celor” berasal dari bahasa Palembang yang berarti “dicelup” atau “dicelur,” mengacu pada proses memasak mi dengan air mendidih sebelum disiram kuah. Isian lain seperti tauge, telur rebus, dan ebi membuatnya semakin nikmat dan bergizi.
Mi celor cocok sebagai makanan sahur karena kandungan karbohidrat dan lemak sehat dari santan memberi tenaga tahan lama selama berpuasa. Kedai legendaris seperti Mi Celor HM Syafei yang sudah berdiri sejak 1950-an menjadi saksi betapa hidangan ini telah mengakar dalam kultur kuliner Palembang.
4. Pempek: Kuliner Ikonik yang Mendunia
Siapa tak kenal pempek? Kudapan dari campuran ikan giling dan sagu ini telah menjadi identitas kuliner Palembang. Pempek hadir dalam berbagai jenis seperti pempek kapal selam, lenjer, adaan, kulit, hingga lenggang. Cuko yang asam, manis, dan pedas menjadi pendamping setia pempek dan membuatnya berbeda dari makanan serupa di daerah lain.
Saat Ramadhan, pempek menjadi takjil favorit dan bahkan sering dijadikan hantaran untuk kerabat jauh. Kelezatan pempek yang tahan lama dan mudah dibawa juga membuatnya menjadi oleh-oleh khas Lebaran dari Palembang.
5. Laksan: Perpaduan Pempek dan Kuah Santan
Laksan merupakan versi lain dari pempek yang disajikan bersama kuah santan berbumbu khas. Biasanya menggunakan pempek lenjer yang diiris tipis, kemudian disiram kuah santan yang kaya rempah. Laksan mirip dengan celimpungan, namun bentuk pempeknya lebih pipih dan tekstur kuahnya sedikit lebih encer.
Makanan ini disajikan hangat dan sangat cocok untuk sahur atau sarapan Lebaran. Kombinasi karbohidrat dari sagu, protein dari ikan, dan lemak dari santan memberikan keseimbangan nutrisi yang baik, apalagi setelah satu bulan penuh berpuasa.
6. Tekwan: Hangat, Segar, dan Kaya Nutrisi
Tekwan adalah sup ikan khas Palembang yang terbuat dari bola-bola ikan tenggiri berukuran kecil, disajikan dalam kuah bening berbahan kaldu udang. Tekwan juga dilengkapi dengan soun, jamur kuping, dan irisan bengkuang atau labu siam yang membuatnya semakin segar.
Bagi masyarakat Palembang, tekwan adalah menu wajib saat sahur dan buka puasa. Rasanya yang ringan namun bergizi tinggi membuatnya digemari semua kalangan, termasuk anak-anak. Selain itu, tekwan mudah dikreasikan dengan tambahan sayur-sayuran segar agar lebih sehat.
7. Kue Delapan Jam: Manisnya Hidangan Penutup Spesial
Tak lengkap rasanya membicarakan kuliner khas Palembang tanpa menyebutkan hidangan pencuci mulut yang mewah ini. Kue delapan jam adalah penganan manis berbahan dasar telur, susu kental manis, gula, dan mentega, yang dipanggang selama delapan jam penuh untuk menghasilkan tekstur padat dan legit.
Karena proses memasaknya yang lama, kue ini biasanya hanya dibuat saat perayaan besar seperti Idul Fitri atau pesta pernikahan. Kue delapan jam adalah simbol kemakmuran dan kesabaran, dua hal yang sangat relevan dengan esensi bulan Ramadhan. Satu potong kue ini bisa mengandung hingga 300 kalori, cocok sebagai pelengkap hidangan utama.
Kuliner Sebagai Jembatan Tradisi dan Spiritualitas
Makanan bukan sekadar pemuas rasa lapar, melainkan juga pengikat tradisi, simbol kebersamaan, dan wujud dari kekayaan budaya daerah. Kuliner khas Palembang membuktikan bahwa setiap suapan menyimpan cerita, mulai dari sejarah keluarga, kehangatan masa kecil, hingga kekuatan kolektif masyarakat yang terus merawat warisan leluhur.
Dalam suasana Ramadhan dan Idul Fitri, hadirnya burgo, celimpungan, mi celor, pempek, laksan, tekwan, dan kue delapan jam menjadi lebih dari sekadar menu makan—ia adalah lambang dari silaturahmi, rasa syukur, dan identitas kebudayaan yang terus hidup dari generasi ke generasi.