Kerajaan Demak, yang dikenal sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa, memiliki sejarah kejayaan yang memikat. Selain keberhasilan para rajanya dalam memimpin kerajaan dan mendukung penyebaran Islam di tanah Jawa melalui Wali Songo, Demak juga memiliki kekayaan budaya kuliner yang menarik untuk disimak. Salah satu hidangan khas yang menjadi favorit para raja Demak adalah nasi kropokhan.
Kini, hidangan ini mulai langka, bahkan di wilayah asalnya, Demak. Namun, pesonanya tetap bertahan sebagai bagian dari sejarah yang menggambarkan selera kuliner para penguasa masa lalu.
Mengenal Nasi Kropokhan, Hidangan Para Raja
Nasi kropokhan adalah hidangan tradisional yang berbahan dasar daging kerbau dan labu putih, disajikan dengan kuah santan berwarna kuning. Hidangan ini biasanya disantap bersama nasi putih dan dilengkapi dengan daun kedondong, yang memberikan rasa asam sekaligus dipercaya mampu menetralkan kolesterol dari daging dan santan.
Keunikan nasi kropokhan juga terletak pada penggunaan cabai utuh, yang menghadirkan sensasi pedas tanpa merusak rasa gurih dan asam yang mendominasi. Hidangan ini menggambarkan harmoni cita rasa nusantara, mulai dari pedas, gurih, hingga segar.
Keistimewaan Rasa Nasi Kropokhan
Saat mencicipi nasi kropokhan, perpaduan rasa gurih dari santan, pedas dari cabai, dan asam segar dari daun kedondong terasa menggugah selera. Tekstur daging kerbau yang empuk menambah kenikmatan kuliner ini.
“Enak banget, yang saya tahu ini kan makanan khas Demak ya. Dulunya makanan ini disukai raja-raja Demak. Makanya saya penasaran, terus saya coba deh,” ujar Nadia Qurotta’yun, seorang penikmat kuliner nasi kropokhan, dalam sebuah wawancara di kanal YouTube Fokus Indosiar.
Sejarah Nasi Kropokhan di Era Kerajaan Demak
Pemilihan daging kerbau dalam nasi kropokhan tidak terlepas dari pengaruh budaya Hindu yang kuat pada masa awal Kerajaan Demak. Sebagai bekas wilayah kerajaan Hindu-Buddha, masyarakat Demak saat itu memegang tradisi pantang mengonsumsi daging sapi.
Pada masa pemerintahan Raja Demak, hidangan ini memiliki aturan khusus: raja hanya mengonsumsi bagian daging, sementara jeroan dan bagian lain dari kerbau diberikan kepada bawahan. Tradisi ini menunjukkan hierarki sosial yang jelas sekaligus memperkuat hubungan antara pemimpin dan rakyatnya melalui pembagian makanan.
Pelestarian Nasi Kropokhan di Era Modern
Di era modern, keberadaan nasi kropokhan semakin jarang ditemukan. Hanya segelintir warung makan di Demak yang masih menyajikan hidangan ini. Salah satu pelestarinya adalah Sutomo Yunita, pemilik warung makan yang mendapatkan resep nasi kropokhan dari kakek-neneknya.
“Kalau di sini, setiap ada acara manten (pernikahan) atau sunatan, biasanya menu nasi kropokhan selalu disajikan. Kalau di desa-desa namanya sego mbecek. Zaman dulu malah disajikan dengan alas daun jati,” ungkap Sutomo, seperti dikutip dari kanal YouTube BETA TV.
Sementara itu, beberapa restoran di Demak berusaha mengadopsi dan memadukan nasi kropokhan dengan menu modern agar tetap relevan di kalangan generasi muda.
“Kita berkesempatan mencari tahu dari warga Demak yang masih melestarikan nasi kropokhan. Jadi kita juga mengadopsi budaya yang ada di sini, kemudian mengombinasikannya dengan menu modern untuk bisa disajikan,” kata Ayatulloh, seorang juru masak yang dikutip dari YouTube Liputan6.
Masa Depan Nasi Kropokhan
Sebagai bagian dari warisan kuliner Nusantara, nasi kropokhan tidak hanya menyimpan cita rasa unik tetapi juga sejarah panjang yang menghubungkan generasi masa kini dengan masa lalu. Pelestarian hidangan ini memerlukan upaya dari berbagai pihak, baik masyarakat lokal, pelaku kuliner, hingga pemerintah daerah, agar nasi kropokhan dapat tetap eksis dan dinikmati oleh generasi mendatang.
Jika Anda berkunjung ke Demak, sempatkan untuk mencicipi nasi kropokhan. Selain menikmati rasanya yang khas, Anda juga akan menyelami sepotong sejarah yang menjadi bagian penting dari kebesaran Kerajaan Demak.