Di tengah pesona kuliner Bali yang begitu kaya, Pepes Telengis menempati posisi tersendiri sebagai makanan tradisional yang tidak hanya lezat tetapi juga mencerminkan nilai-nilai kearifan lokal dan prinsip keberlanjutan. Berbeda dengan sajian kuliner Bali lain yang mungkin lebih populer di kalangan wisatawan seperti ayam betutu atau sate lilit, Pepes Telengis justru memiliki keunikan tersendiri karena dibuat dari ampas kelapa hasil olahan minyak tradisional, yang dikenal sebagai telengis.

Artikel ini akan membahas lebih dalam mengenai sejarah, proses pembuatan, filosofi budaya, variasi resep, nilai gizi, dan upaya pelestarian Pepes Telengis.
Sejarah dan Asal Usul Telengis
Pepes Telengis berasal dari tradisi masyarakat Bali dalam mengolah kelapa menjadi minyak melalui metode tradisional bernama “tandusan.” Proses tandusan adalah teknik turun-temurun yang dilakukan dengan merebus santan kelapa hingga minyak dan ampasnya terpisah. Ampas yang tersisa dikenal sebagai “telengis.” Dalam budaya Bali yang menjunjung tinggi konsep Tri Hita Karana—harmoni antara manusia, alam, dan spiritualitas—tidak ada bagian dari kelapa yang dibuang. Telengis pun dimanfaatkan menjadi hidangan bergizi dan lezat.
Secara historis, hidangan ini berkembang di komunitas agraris di Karangasem, Klungkung, hingga Buleleng. Para petani dan ibu rumah tangga yang memproduksi minyak kelapa rumahan memanfaatkan telengis agar tidak terbuang percuma. Pepes ini juga sering dijadikan bekal para pekerja ladang karena awet dan mudah dikemas.
Filosofi dan Nilai Budaya
Pepes Telengis mencerminkan prinsip keberlanjutan dan penghormatan terhadap alam. Dalam falsafah Hindu Bali, konsep “Yadnya” atau persembahan kepada alam dan dewa-dewa kerap diwujudkan melalui makanan yang tidak berlebihan dan memanfaatkan semua bahan yang tersedia. Pepes Telengis juga menjadi simbol solidaritas sosial karena sering kali dibuat secara gotong royong dalam kegiatan komunal.
Hidangan ini juga hadir dalam berbagai upacara adat, mulai dari odalan (hari raya pura), ngaben (upacara kremasi), hingga ritual kecil seperti banten (sesajen). Ini menandakan pentingnya Pepes Telengis tidak hanya sebagai makanan, tetapi juga sebagai bagian dari ekspresi spiritual masyarakat Bali.
Proses Pembuatan Lengis Tandusan dan Telengis
- Pemilihan Kelapa Kelapa yang digunakan adalah kelapa tua yang kaya minyak.
- Pemerasan Santan Daging kelapa diparut dan diperas untuk menghasilkan santan kental.
- Perebusan Santan Santan dimasak perlahan selama beberapa jam hingga mengental dan muncul minyak di permukaan. Minyak ini kemudian dipisahkan.
- Pengambilan Telengis Ampas yang tertinggal setelah pemisahan minyak inilah yang disebut telengis.
Telengis ini kemudian bisa langsung digunakan untuk membuat pepes atau disimpan dalam suhu ruangan selama beberapa hari.
Resep Tradisional Pepes Telengis
Bahan-Bahan:
- 200 gram telengis
- 100 gram daun singkong rebus, iris halus
- 1 sendok makan terasi bakar
- 1 sendok teh garam
- 1 sendok teh gula merah parut
- Daun pisang secukupnya untuk membungkus
Bumbu Genep Bali (diulek halus):
- 5 siung bawang putih
- 6 siung bawang merah
- 3 cm kunyit
- 3 cm lengkuas
- 2 cm jahe
- 2 cm kencur
- 5 buah cabai rawit (opsional)
- 1/2 sendok teh ketumbar
- Sedikit minyak kelapa
Cara Membuat:
- Campurkan telengis dengan daun singkong dan bumbu genep.
- Tambahkan terasi, garam, dan gula. Aduk hingga merata.
- Bungkus dengan daun pisang dan sematkan dengan tusuk gigi.
- Kukus selama 30-40 menit atau panggang di bara api untuk rasa yang lebih smokey.
Variasi Daerah
Setiap daerah di Bali memiliki variasi Pepes Telengis yang khas:
- Karangasem: Menggunakan tambahan daun kemangi dan sedikit santan.
- Gianyar: Sering dipadukan dengan daging ayam cincang.
- Buleleng: Menggunakan cabai yang lebih banyak untuk cita rasa pedas.
Nilai Gizi dan Manfaat Kesehatan
Meski berbahan dasar ampas kelapa, telengis tetap mengandung:
- Serat tinggi yang baik untuk pencernaan
- Lemak sehat yang mendukung fungsi otak
- Rempah-rempah bumbu genep yang bersifat antioksidan dan anti-inflamasi
Karena itu, pepes telengis bisa menjadi alternatif lauk sehat dengan cara pengolahan yang rendah minyak dan bebas bahan pengawet.
Peran Sosial dan Ekonomi
Di desa-desa Bali, banyak ibu rumah tangga yang menggantungkan penghasilan dari menjual pepes telengis, baik di pasar tradisional maupun online. Dengan harga yang sangat terjangkau (Rp 2.000–Rp 5.000), makanan ini menjangkau berbagai lapisan masyarakat.
UMKM kuliner Bali pun mulai mengemas Pepes Telengis dalam bentuk beku (frozen) untuk dipasarkan ke luar daerah, bahkan ekspor kecil-kecilan ke komunitas diaspora Bali di luar negeri. Hal ini turut mengangkat pamor makanan lokal dan memberdayakan ekonomi desa.
Tantangan dan Peluang Pelestarian
Modernisasi membuat generasi muda Bali kurang akrab dengan makanan seperti Pepes Telengis. Gaya hidup instan dan dominasi makanan cepat saji menjadi tantangan utama. Namun demikian, muncul berbagai inisiatif pelestarian, seperti:
- Festival kuliner tradisional oleh pemerintah daerah
- Workshop memasak oleh komunitas seni dan budaya
- Konten digital seperti video resep dan blog kuliner
Dengan memanfaatkan teknologi dan media sosial, Pepes Telengis bisa dikenal lebih luas oleh generasi milenial dan Gen Z sebagai kuliner yang keren, sehat, dan ramah lingkungan.
Pepes Telengis adalah warisan kuliner Bali yang patut dijaga dan dibanggakan. Ia bukan sekadar makanan, melainkan cermin dari cara hidup yang selaras dengan alam dan penuh makna spiritual. Dari dapur sederhana di desa hingga panggung internasional, Pepes Telengis memiliki potensi untuk terus hidup dan berkembang di tengah arus zaman.
Dengan melestarikan Pepes Telengis, kita turut menjaga keberagaman hayati, budaya, dan kemandirian pangan Indonesia. Mari kita cintai, pelajari, dan sebarkan kelezatan dan filosofi dari makanan luar biasa ini.