(876Unimmafm) Magelang – Pada masa pandemi COVID-19, Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) mengalami peningkatan di beberapa institusi pelayanan kesehatan. Hal ini karena prosedur penentuan status COVID-19 dan kebutuhan sarana-prasarana menjadi terbatas. Tidak hanya itu, waktu yang digunakan untuk merujuk pun menjadi panjang.

“Di situasi seperti ini, bidan sebagai pemberi pelayanan kesehatan diharapkan mampu berinovasi dengan pemanfaatan teknologi yang ada, sehingga pelayanan yang menggunakan media digital akan mampu menurunkan penularan COVID-19, tetapi tetap mampu meningkatkan kesehatan ibu dan janin dengan interprofesional Collaboration memanfaatkan fasilitas yang ada,” ucap Rindi Astuti, SSiT, SKM saat talkshow bersama Radio Kesehatan pada Rabu (24/06) .
Dalam hal ini, Sistem Rujukan Maternal dan Perinatal (SRMP) menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan AKI dan AKB. SRMP merupakan jenis rujukan medis yang difokuskan pada ibu hamil, bersalin, dan nifas, serta bayi usia 28 minggu dalam kandungan sampai 7 hari setelah lahir.
“Rujukan ini bertujuan menurunkan angka atau mengurangi rujukan terlambat, mencegah komplikasi penyakit ibu dan anak, serta mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak,” jelas Rindi.
Dalam sistem rujukan ini, Rindi memastikan bahwa bidan sudah paham dengan istilah BAKSOKUDA, yaitu sebuah inovasi yang dapat dilakukan oleh bidan dalam mempersiapkan rujukan terencana. BAKSOKUDA sendiri merupakan suatu singkatan, yang meliputi B (Bidan), A (Alat), K (Keluarga), S (Surat), O (Obat), K (Kendaraan), U (Uang), dan DA (Darah).
Adapun yang perlu dilakukan oleh perujuk ialah koordinasi prarujukan. Pemerintah sendiri sudah memfasilitasinya melalui Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT), yaitu sebuah sistem penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri dari unsur, pelayanan prarumah sakit, pelayanan di rumah sakit, dan antarrumah sakit.
Rindi menilai, ibu dan bayi akan selamat jika kualitas rujukan dilakukan dengan baik, seperti persiapan prarujukan dan tempat rujukan yang baik, serta transfer rujukan yang mudah diakses.
Pada kesempatan ini, Rindi juga menjelaskan faktor penyebab kematian ibu dan anak.
“Ada 4 T yang turut andil menjadi penyebab kematian ibu, antara lain: Terlalu tua umur ibu, Terlalu muda umur ibu, Terlalu dekat jarak kehamilan dan kelahiran ibu, dan Terlalu sering jumlah kehamilan dan persalinan ibu,” jelas Rindi.
Sementara kasus kematian bayi, kata Rindi, lebih banyak disebabkan kondisi ibu hamil yang tidak sehat atau memiliki faktor risiko yang dapat menyebabkan kematian pada bayi.
Diketahui, menurunkan AKI dan AKB masih menjadi program pemerintah yang harus dituntaskan. Saat ini AKI di Indonesia masih tinggi, yaitu sebesar 305 per 100.000 kelahiran hidup. Sementara pada 2017, AKB di Indonesia sebesar 24 per 1.000 kelahiran hidup.
Untuk itu Rindi mengajak seluruh masyarakat agar saling bekerja sama meningkatkan kepedulian. Seperti halnya kepada keluarga sendiri agar ibu dan janin sehat dan selamat serta terhindar dari COVID-19.
(Sumber: Talkshow Radio Kesehatan via Unimma fm) – NM