Kelangkaan Elpiji 3 kg akibat kebijakan pembatasan distribusi semakin membebani masyarakat miskin. Antrean panjang, akses terbatas ke agen resmi, serta kenaikan harga di pasar gelap menjadi tantangan utama dalam pemenuhan kebutuhan energi bersubsidi ini.

Bintang Aulia Lutfi, Peneliti The PRAKARSA, menilai bahwa solusi terbaik bukan hanya membatasi distribusi, tetapi memperkuat pengawasan harga serta memanfaatkan teknologi digital untuk memastikan subsidi tepat sasaran. Menurutnya, penerapan sistem pemantauan berbasis QR Code dapat menjadi kunci dalam pengelolaan distribusi Elpiji 3 kg yang lebih efisien dan transparan.
Teknologi QR Code untuk Distribusi yang Lebih Efektif
Sistem digital berbasis QR Code memungkinkan setiap transaksi Elpiji 3 kg tercatat secara real-time, sehingga pemerintah dapat memantau pola distribusi, mencegah kebocoran subsidi, dan mendeteksi potensi kecurangan. Dengan sistem ini, masyarakat dapat membeli Elpiji 3 kg sesuai harga yang ditetapkan tanpa risiko kenaikan harga oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Selain itu, sistem ini juga dapat dikombinasikan dengan aplikasi seluler atau kartu subsidi pintar, di mana setiap keluarga miskin atau pelaku UMKM yang terdaftar dapat mengakses jatah gas bersubsidi secara terkontrol. Dengan demikian, subsidi benar-benar sampai kepada mereka yang berhak, bukan justru dinikmati oleh spekulan atau pelaku industri yang tidak berhak.
Peran Pemerintah dalam Menstabilkan Harga dan Distribusi
Di samping pemanfaatan teknologi, pemerintah perlu memperkuat pengawasan distribusi agar harga tetap stabil dan spekulan dapat ditekan. Beberapa langkah yang dapat diambil antara lain:
- Operasi Pasar Pemerintah dapat meningkatkan operasi pasar untuk menstabilkan harga dengan menambah pasokan Elpiji 3 kg di daerah-daerah yang mengalami kelangkaan.
- Kolaborasi dengan Pengecer Terdaftar Menggandeng pengecer terdaftar guna memastikan distribusi merata tanpa membuka celah bagi praktik penyelewengan.
- Penindakan Tegas terhadap Spekulan Menindak tegas pelaku spekulasi yang mempermainkan harga di pasar gelap.
- Pelaporan oleh Masyarakat Masyarakat perlu diberdayakan untuk melaporkan penjual yang menjual dengan harga lebih tinggi melalui saluran pengaduan terpadu.
Dampak Pembatasan Distribusi Elpiji 3 Kg
Bintang menyoroti bahwa kebijakan pembatasan distribusi Elpiji 3 kg hanya melalui agen resmi telah menimbulkan berbagai persoalan di lapangan. Sejak diberlakukannya Surat Edaran Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi No. B-570/MG.05/DJM/2025 per 1 Februari 2025, masyarakat miskin dan pelaku UMKM mengalami kesulitan dalam mendapatkan Elpiji 3 kg yang merupakan kebutuhan pokok mereka.
Kapastitas agen resmi yang terbatas membuat stok sering kosong, sehingga masyarakat harus mengantre lebih lama atau menempuh jarak yang lebih jauh untuk mendapatkan gas. Akibatnya, banyak yang akhirnya membeli dari pasar gelap dengan harga lebih tinggi.
“Kebijakan ini menciptakan kelangkaan buatan karena tidak mempertimbangkan kesiapan infrastruktur distribusi. Akibatnya, banyak masyarakat yang akhirnya terpaksa membeli dari pasar gelap dengan harga lebih tinggi,” ujar Bintang.
Risiko dan Dampak Sosial Ekonomi
Kelangkaan Elpiji 3 kg berdampak langsung pada ekonomi rumah tangga dan pelaku usaha kecil. Banyak keluarga harus mengalokasikan dana lebih besar untuk membeli gas di pasar gelap, sementara pelaku UMKM menghadapi kenaikan biaya operasional yang dapat mengancam keberlangsungan usaha mereka.
Di sisi lain, kesulitan mendapatkan Elpiji 3 kg dapat mendorong masyarakat untuk beralih ke bahan bakar alternatif yang kurang ramah lingkungan, seperti kayu bakar atau minyak tanah. Hal ini tidak hanya meningkatkan biaya hidup tetapi juga membawa risiko kesehatan akibat polusi udara dari pembakaran bahan bakar padat.
Mengatasi krisis Elpiji 3 kg memerlukan pendekatan yang lebih komprehensif. Pemerintah perlu memperbaiki sistem distribusi dengan memanfaatkan teknologi digital, meningkatkan pengawasan harga, serta memberdayakan masyarakat dalam pengawasan subsidi. Dengan langkah-langkah ini, kelangkaan Elpiji 3 kg dapat diminimalkan tanpa harus membebani masyarakat kecil, serta menjamin bahwa subsidi benar-benar sampai kepada mereka yang membutuhkan.