Hubungi Kami

“Larung Sesaji Pantai Tambakrejo: Tradisi Syukur dan Keharmonisan Alam di Blitar”

Upacara adat Larung Sesaji atau Larungan merupakan tradisi yang telah berlangsung lama di Pantai Tambakrejo, Blitar, yang berada di kawasan Pantai Selatan. Upacara ini bukan hanya sekadar ritual, tetapi juga bentuk ungkapan syukur masyarakat terhadap hasil laut yang diperoleh selama setahun, sekaligus harapan agar hasil yang baik dan melimpah dapat terus dirasakan di masa depan. Di balik kesederhanaannya, upacara ini menyimpan makna mendalam terkait hubungan manusia dengan alam, Tuhan, dan makhluk lain.

@unimma_id

Asal Usul dan Sejarah Larung Sesaji

Larung Sesaji di Pantai Tambakrejo memiliki dua versi cerita asal usul yang menarik. Menurut cerita pertama, tradisi ini dimulai oleh Atmaja, seorang prajurit dari Kerajaan Mataram dan anak buah Pangeran Diponegoro. Ketika melarikan diri ke Pantai Tambakrejo setelah pertempuran, Atmaja melakukan tasyakuran atau ucapan terima kasih kepada alam dengan menyelenggarakan larung sesaji. Tradisi ini semakin berkembang dan terus dilestarikan oleh masyarakat setempat hingga kini.

Versi kedua mengaitkan Larung Sesaji dengan legenda Mbok Ratu Mas, yang dianggap sebagai pemimpin kerajaan gaib di Laut Selatan. Masyarakat Desa Tambakrejo percaya bahwa mereka harus menunjukkan rasa hormat kepada sosok ini, yang mereka anggap sebagai penguasa alam laut. Ini membawa makna penghormatan terhadap kekuatan yang lebih besar dari kehidupan mereka, baik di alam fisik maupun gaib.

Makna dan Filosofi Larung Sesaji

Lebih dari sekadar ritual tahunan, Larung Sesaji adalah cara masyarakat Pantai Tambakrejo untuk berterima kasih kepada Tuhan, alam, dan sesama makhluk hidup. Dalam setiap sesaji yang disiapkan, terdapat simbol-simbol harapan akan keselamatan, kesejahteraan, dan keberkahan. Salah satu persembahan yang paling penting adalah tumpeng emas, yang melambangkan doa keselamatan. Tidak ketinggalan, kepala sapi kendit juga menjadi simbol pengorbanan untuk kesejahteraan bersama.

Tradisi ini selalu diselenggarakan menjelang pergantian tahun Muharam atau tanggal 1 Suro, dan diadakan secara bergantian antara Pantai Tambakrejo dan Pantai Serang, Desa Serang, Kecamatan Panggungrejo.

Proses dan Prosesi Upacara Larung Sesaji

Upacara Larung Sesaji dimulai dengan arak-arakan yang dipenuhi berbagai macam persembahan. Sesaji yang disiapkan berupa gunungan yang berisi hasil bumi, buah-buahan, serta kepala sapi. Prosesi ini dipimpin oleh seorang juru kunci pantai, Ladi (Mbah Sangkrah), yang bertugas untuk menjaga kelancaran upacara dan memastikan prosesi berjalan sesuai dengan adat.

Sebagai bagian dari prosesi, sebuah pertunjukan wayang kulit digelar pada malam sebelum upacara. Esok harinya, setelah pemukulan gong oleh Bupati atau tokoh penting, sejarah Desa Tambakrejo akan dibacakan. Kisah ini menceritakan tentang Ki Atmo Wijoyo, seorang prajurit Pangeran Diponegoro yang bertahan hidup di kawasan Pantai Tambakrejo setelah pertempuran melawan penjajah Belanda. Karena perjuangannya yang tak kenal lelah, masyarakat akhirnya mengabadikan jasa-jasanya melalui tradisi Larung Sesaji ini.

Pengaruh dan Perkembangan Larung Sesaji

Upacara ini telah berkembang sejak pertama kali dilaksanakan pada tahun 1838. Salah satu perubahan besar yang membawa dampak pada pergelaran Larung Sesaji adalah inisiatif Kepala Desa pertama, Soebadi, pada tahun 1969, yang memperkenalkan gagasan untuk mengubah upacara ini menjadi lebih meriah dan dikenal oleh masyarakat luas. Hal ini diikuti dengan penambahan ukuran tumpeng dan upaya menggemparkan acara ini agar semakin dikenal oleh khalayak di luar daerah.

Meskipun mengalami perubahan dalam hal penyelenggaraan, inti dari upacara ini tetap sama, yakni penghormatan kepada Tuhan, alam, serta sesama makhluk hidup. Sesaji tetap berisikan simbol-simbol penting, seperti tumpeng emas, takir plonthang, dan kepala sapi, sebagai bentuk rasa syukur dan permohonan keselamatan.

Makna Sosial dan Budaya Larung Sesaji

Larung Sesaji memiliki berbagai fungsi penting dalam kehidupan masyarakat Blitar, terutama di Pantai Tambakrejo. Fungsi pertama adalah fungsi sosial, yang mempererat nilai kekeluargaan dan gotong royong antar warga, serta menjadi simbol kerukunan antar umat beragama. Fungsi kedua adalah fungsi upacara, yang menonjolkan seni dan budaya lokal, khususnya seni tari, yang memberikan kesan magis dan sakral dalam upacara. Fungsi ketiga adalah hiburan, di mana seni pertunjukan turut melengkapi perayaan ini, memberikan kepuasan dan keceriaan bagi masyarakat. Fungsi terakhir adalah sebagai pertunjukan tradisional, di mana ritual ini menjadi bagian tak terpisahkan dari mitos dan cerita rakyat yang berkembang di masyarakat.

 Sebuah Ritual yang Menghormati Alam dan Kesejahteraan Bersama

Larung Sesaji Pantai Tambakrejo tidak hanya sekadar ritual tahunan, tetapi juga simbol dari hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam. Dengan penuh syukur, masyarakat Blitar berharap agar tradisi ini tetap terjaga, membawa keberkahan bagi kehidupan mereka, serta mempererat kebersamaan dan keharmonisan dalam kehidupan sosial. Sebuah upacara yang penuh makna, di mana alam, budaya, dan spiritualitas bersatu dalam keharmonisan yang sempurna.

unimma

Leave a Reply

  • https://ssg.streamingmurah.com:8048
  • Copyright ©2025 by PT. Radio Unimma. All Rights Reserved
  • http://45.64.97.82:8048
  • Copyright ©2025 by unimmafm. All Rights Reserved
  • http://45.64.97.82:8048/stream
  • Copyright ©2025 by unimmafm All Rights Reserved